Sabtu, 16 Juli 2011

FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING



A.    Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif. Jasa yang diberikan oleh pelayanan ini adalah berkenaan dengan pemahaman. Pemahaman yang perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan oleh klien
1.      Pemahaman Klien
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien. Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.
Materi pemahaman ini dapat dikelompokan dalam berbagai data tentang :
·         Identitas individu (klien)
·         Pendidikan
·         Status perkawinan (bagi klien dewasa)
·         Status sosial-ekonomi dan pekerjaan
·         Intelegensi, bakat, minat, hobi
·         Kesehatan
·         Kecenderungan sikap dan kebiasaan
·         Cita-cita pendidikan dan pekerjaan
·         Keadaan lingkungan tempat tinggal
·         Kedudukan dan prestasi yang pernah dicapai
·         Kegiatan sosial masyarakat
Pihak pertama yang perlu memahami diri klien adalah diri klien sendiri. Hal ini sesuai dengan ciri kemandirian, yaitu memahami diri sendiri dan lingkungan secara objektif. Pemahaman tentang diri klien juga perlu bagi pihak-pihak lain diantaranya orang tua, guru dan konselor. Bagi konselor, upaya mewujudkan fungsi pemahaman merupakan tugas paling awal dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap individu tertentu.
2.      Pemahaman tentang Masalah klien
Pemahaman terhadap masalah klien membantu konselor dalam memberikan penanganan masalah, oleh karena itu maka pemahaman ini wajib dilaksanakan. Pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu mengantarkan klien memahami masalah yang dihadapi klien. Apabila pemahaman masalah klien oleh konselor telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman dengan baik.
3.      Pemahaman tentang Lingkungan yang lebih luas
Untuk dapat memahami individu secara mendalam, maka pemahaman terhadap individu tidak hanya mencakup pemahaman terhadap lingkungan dalam arti sempit ( seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi, dsb ) tetapi termasuk pemahaman terhadap lingkungan yang lebih luas. Pemahaman ini sangat berguna bagi pelaksanan tugas klien sehari-hari, ataupun pemecahan masalah dan pencapaian tujuan yang ingin klien capai. Pemahaman oleh klien tentang lingkungan yang lebih luas perlu dikembangkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor perlu menyusun program yang lebih luas  untuk pemahaman yang dimaksudkan itu.

B.     Fungsi Pencegahan
Melaksanakan fungsi pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajiban yang sangat penting. Pengertian pencegahan menurut Horner & Mc Elhaney, pencegahan adalah upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu terjadi. Berkenaan dengan upaya pencegahan, George .A (dalam Jorner & Mc Elhaney, 1993) mengemukakan rumus sebagai berikut :

KM =  O  +  S
1+2+3
Keterangan :
KM      : kondisi bermasalah
O         : faktor organik
S          : stress
1          : kemampuan memecahkan masalah
2          : penilaian positif terhadap diri sendiri
3          : dukungan kelompok

Upaya pencegahan dari aplikasi rumus tersebut adalah :
1.      Mencegah adalah menghindari timbulnya / meningkatkan kondisi bermasalah pada diri klien.
2.                              Mencegah adalah mempunyai dan menurunkan faktor organik dan stress
3.      Mencegah adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, penilaian positif terhadap diri sendiri dan dukungan kelompok.

Upaya mencegah :
·         Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan.
·         Mendorong perbaikan kondisi pribadi pada diri klien.
·         Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya.
·         Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang akan memberi manfaat.
·         Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.

Secara operasional konselor perlu menampilkan kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi pencegahan. Kegiatannya antara lain dapat berupa program-program nyata. Secara garis besar, program-program tersebut dikembangkan, disusun dan diselenggarakan melalui tahap-tahap :
·         Identifikasi permasalahan yang mungkin timbul.
·         Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah.
·         Mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah tersebut.
·         Menyusun rencana program pencegahan.




C.    Fungsi Pengentasan
Fungsi pengentasan yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi terentasakannya atau teratasinya berbagai permasalahan dalam kehidupan atau perkembangannya yang dialami oleh individu dan / atau kelompok yang mendapat pelayanan.
Fungsi pengentasan mengarahkan klien kepada pengembangan persepsi, sikap dan kegiatan demi terentaskannya masalah klien berdasarkan pemahaman yang diperoleh klien.
a)      Langkah-Langkah Pengentasan Masalah
Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Untuk konselor perlu memiliki ketersediaan bahan dan keterampilan untuk menangani berbagai masalah yang
b)      Pengentasan Masalah Berdasarkan Diagnosis
Model diagnosis yang diterima dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah model diagnosis pemahaman, yaitu yang mengupayakan pemahaman masalah klien, yaitu pemahaman terhadap seluk-beluk masalah klien, termasuk di dalamnya perkembangan dan sebab-sebab timbulnya masalah. Sebagai rambu-rambu yang dapat dipergunakan untuk terselenggaranya diagnosis pemahaman itu, ada tiga dimensi diagnosis, yaitu :
(1)  Diagnosis mental/psikologis
(2)  Diagnosis sosio-emosional
(3)  Diagnosis instrumental
c)      Pengentasan Masalah Brdasarkan Teori Konseling
Masing-masing teori konseling dilengkapi dengan teori tentang kepribadian individu, perkembangan tingkah laku individu dianggap sebagai masalah, tujuan konseling, serta proses dan teknik-teknik khusus konseling. Tujuan teori-teori tersebut tidak lain adalah mengentaskan masalah yang diderita klien dengan cara yang paling cepat, cermat, dan tepat. Meskipun tujuan umumnya sama, namun dari segi teori prinsip-prinsip dan unsur-unsur teknis operasional rasional masing-masing teori konseling itu sering kali tidak sama, bahkan ada yang saling bertolak belakang.

D.    Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka pengembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.







Alasan Rasional Perlunya Bimbingan dan Konseling Ditinjau dari Sisi Konstitusi dan Konseptual



Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia memiliki pengertian yang khas. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahasa agar individu tersebut mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sedangkan konseling merupakan pemberian bantuan yang didasarkan pada prosedur wawancara konseling oleh konselor kepada klien yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan khusus. Tujuan umum bimbingan dan konseling membantu individu agar mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan, kekurangan dan kelemahannya serta permasalahannya. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arahperkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi.  Adapun alasan perlunya bimbingan dan konseling akan diterangkan lebih lanjut dibawah ini:

1. Alasan secara konstitusi
Didalam konteks pendidikan nasional keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian yang terpadu dalam sistem pendidikan nasional dengan diakuinya predikat konselor secara eksplisit didalam Undang-undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah tenaga pendidik yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instructor, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan” Pengakuan legalitas profesi konselor ini sejalan dengan paradigma berfikir yang mengandung konsep definisi pendidikan reposisi. Bimbingan dan Konseling Kartadinata (2003) menjelaskan bahwa fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan dengan sengaja melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar dengan menggunakan pola relasi dan transaksi yang beragam pula.



2. Alasan secara konseptual
a. Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philos berarti cinta dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofi berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan atau ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya.
Pemikiran dan pemahaman filosofi menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan membuat kputusan yang tepat.

b. Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberi pemahaman tentang tingkahlaku individu yang menjadi sasran layanan. Karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkahlaku klien, yaitu tingkahlaku  klien yang perlu diubah dan dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian bidang psikologis perlu dikuasai yaitu tentang :
1. motiv dan motivasi
2. pembawaan dasar dan lingkungan
3. perkembangan individu
4. belajar
5. kepribadian

1. Motiv dan motivasi
Moyiv adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motiv dibedakan menjadi dua yaitu motiv yang bersifat primer dan yang bersifat skunder. Motiv primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir dan pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda, seperti kebutuhan menghilangkan rasa haus dan lapar. Sedangkan motiv skunder tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motiv skunder berkembang berkat adanya usaha belajar.
Motiv yang telah berkembang pada individu merupakan sesuatu yang laten pd diri individu itu, yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan mendorong terwujudnya suatu tingkah laku. Motiv yang sedang aktif biasnya disebut motivasi, kekuatannya dapat meningkat sampai pada taraf yang tinggi. Oleh karena itu sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau  tinggi. Semua itu menggambarkan kuat lemahnya motiv yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksutkan.
2. Pembawaan dan lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam arti luas pembawaan meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut,golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan cirri-ciri kepribadian tertentu. Kondisi yang menjadi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Untuk dapat berkembang apa-apa yang telah dibawa sejak lahir itu diperlukan sarana dan prasarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yang bersangkutan.
Penelitian Jensen misalnya (dalam Sulton-Smith 1973) menegaskan bahwa faktor yang menentukan tinggi rendahnya inteligensi seseorang adalah interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada pembawaan yang tinggi, sedang, kurang dan bahkan kurang sekali. Keadaan pembawaan dan lingkungan seorang individu dapat diketahui melalui penerapan instrumentasi konseling yang dipergunakan oleh konselor. Pemahaman tentang faktor-faktor pembawaan itu perlu mendapat perhatian utama. Lebih dari itu konselor perlu menyikapi kondisi pembawaan dan lingkungan sasaran layanan secara dinamis. Artinya konselor memandang apa-apa yang terdapat dalam pembawaan sebagai modal atau asset yang harus ditumbuh kembangkan secara optimal.
3. Perkembangan individu
            Sejak masa konsepsi dalam rahim ibu bakal individu berkembang dari janin dan bertahap hingga menjadi manusia lanjut usia. Dengan demikian bahwa perkembangan individu itu tidak sekali jadi, melainkan bertahap dan berkesinambungan. Masing-masing aspek perkembangan, seperti perkembangan kognitif atau kecerdasan, bahasa, moral, hubungan sosial, fisik, kemampuan motorik memiliki tahap-tahap perkembangan sendiri. Meskipun masing-masing aspek perkembangan cenderung memperlihatkan caranya sendiri, namun aspek-aspek itu saling terkait. Oleh karena itu, selain konselor harus memahami secara terpadu kondisi berbagai aspek perkembangan individu pada saat pelayanan bimbingan dan konseling diberikan, juga harus dapat melihat arah perkembangan individu dimasa depan.
4. Belejar
            Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan perbuatan inti. Dalam perbuatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar. Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar mereka berhasil dalam belajar. Berbagai model belajar telah dikembangkan oleh para ahli, antara lain model belajar yang didasarkan pada teori pembiasaan dan keterpaduan, teori gestalt, teori perkembangan kognisi, teori proses informasi, proses peniruan. Teori-teori itu perlu dikenal oleh konselor dan dipahami berbagai kemungkinan penerapannya bagi perkembangan kegiatan belajar klien.
5. Kepribadian
            Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pengertian ini para ahli psikologi umumnya memusatkan pada faktor-faktor  fisik dan genetic, berfikir dan pengamatan, serta dinamika dan perasaan (Mussen & Rosenzweiq)
            Meskipun Hotersall (1985) mencoba merumuskan kepribadian sebagai “predisposisi cara mereaksi yang secara relatif stabil pada diri individu” Namun dapat dipahami bahwa kepribadian individu itu amat kompleks. Konselor perlu memahami kompleksifitas kepribadian klien, disamping mampu memilah-milah cirri-ciri tertentu yang dapat diukur. Dalam kaitannya itu, konselor mungkin cenderung tertarik pada tipologi kepribadian yang memberikan memberikan arah pada pemahaman terhadap cirri-ciri kepribadian tertentu. Pemahaman tipologis yang sempit justru akan mengebiri hakikat bimbingan dan konseling yang bersifat dinamis dan terbuka. Adapun predisposisi yang ada pada individu adalah sesuatu yang terbuka, dinamis dan dapat dikembangkan. Tugas konselor justru mengoptimalkan perkembangan dan pendayagunaan predisposisi ataupun cirri kepribadian individu kea rah hal-hal positif sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan individu yang bersangkutan.

            c. Landasan pedagogis
            Setaip masyarakat, tanpa kecuali, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Pendidikan merupakan salah satu lembaga social yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal.
Landasan ini mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan. Proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normative. Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
d. Landasan perkembangan social budaya
Kebutuhan akan konseling antarbudaya di Indonesia makin terasa mengingat penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka corak sub-kultur yang berbeda-beda. Para konselor di Indonesia dihadapkan pada kenyataan adanya keanekaragaman budaya yang menguasai kehidupan para penduduknya. Karakteristik social budaya masyarakat yang majemuk itu tidak dapat diabaikan dalam perencanaan dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri.
Klien-klien dari latar belakang social budaya yang berbineka tidak dapat disamaratakan penanganannya. Meskipun bangsa Indonesia sedang menuju pada satu budaya kesatuan Indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan besar pengaruhnya terhadap masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai, dan dijadikan pertimbangan utama dalam pelayanan bimbingan dan konseling.





  

                                                           
           

Jumat, 15 Juli 2011

ARTI LOGO KONSELING



ARTI LOGO KONSELING

index.jpg
Gambaran (visualisasi abstrak) tentang kegiatan konseling (sebagai upaya pendidikan) yang melibatkan pelayanan konselor terhadap klien dengan potensi dan arah KES/KES-T nya dalam kondisi lingkungan untuk tujuan kemanusiaan seutuhnya.
A.   Makna Tiap Komponen
1.    Lingkaran Besar
§  Makro-kosmos
§  Manusia seutuhnya
§  Pendidikan
2.    Lingkaran Kecil
§  Mikro-kosmos
§  Individu yang sedang berkembang
§  Konseling
3.    Garis Vertikal
§  Tujuan normatif, kemanusiaan seutuhnya, HMM
§  Kemandirian
§  Layanan terhadap klien secara konsisten dan intensif
4.    Garis Mendatar
§  Dasar pemberian layanan: kompetensi diri dan arah KES/KES-T klien
§  Kondisi lingkungan budaya, nilai dan moral
5.    Lingkaan Kecil dan Garis Vertikal
§  Gambaran logo psikologi
B.   Makna Keterkaitan antarkomponen
1.    Lingkaran besar – lingkaran kecil, menjadi satu
a.    Makna Filosofis
§  Makro-kosmos dan micro-kosmos menjadi satu
§  Manusia seutuhnya dan individu yang sedang berkembang, menjadi satu
§  Dua unsur yang ada, serasi menjadi satu
b.    Makna Keprofesionalan
§  Pendidikan dan konseling (yang mana konseling berada di dalam pendidikan), menjadi satu
§  Pendidik (konselor) dan peserta didik (klien) menjadi satu
§  Teori dan pratik (dalam pendidikan dan konseling), menjadi satu
§  Tujuan dan upaya pencapaiannya (dalam pendidikan dan konseling), menjadi satu
§  Masalah dan solusinya (dalam pendidikan dan konseling), menjadi satu
2.    Garis Vertikal – Garis mendatar, menjadi satu
§  Dalam konseling arah KES/KES-T dan solusinya bersesuaian, menjadi satu
§  Lingkaran budaya-nilai-moral dan kemandirian klien, bersesuaian dan menjadi satu
3.    Keempat unsur, menjadi satu
§  Dalam konseling, kaidah-kaidah pendidikan dan konseling, serta kemanusiaan yang utuh dan individu yang sedang berkembang, menjadi satu
§  Dalam konseling, unsur-unsur klien dan arah KES/KES-T nya serta konselor dan upaya pelayanannya,menjadi satu
4.    Gambaran Logo Psikologi
§  Sejumlah kaidah psikologi digunakan sebagai “alat” dalam konseling
5.    Logo Konseling (secara menyeluruh)
Gambaran (visualisasi abstrak) tentang kegiatan konseling (sebagai upaya pendidikan) yang melibatkan pelayanan konselor terhadap klien dengan potensi dan arah KES/KES-T nya dalam kondisi lingkungan untuk tujuan kemanusiaan seutuhnya