Sabtu, 16 Juli 2011

Alasan Rasional Perlunya Bimbingan dan Konseling Ditinjau dari Sisi Konstitusi dan Konseptual



Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia memiliki pengertian yang khas. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahasa agar individu tersebut mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sedangkan konseling merupakan pemberian bantuan yang didasarkan pada prosedur wawancara konseling oleh konselor kepada klien yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan khusus. Tujuan umum bimbingan dan konseling membantu individu agar mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan, kekurangan dan kelemahannya serta permasalahannya. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arahperkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi.  Adapun alasan perlunya bimbingan dan konseling akan diterangkan lebih lanjut dibawah ini:

1. Alasan secara konstitusi
Didalam konteks pendidikan nasional keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian yang terpadu dalam sistem pendidikan nasional dengan diakuinya predikat konselor secara eksplisit didalam Undang-undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah tenaga pendidik yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instructor, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan” Pengakuan legalitas profesi konselor ini sejalan dengan paradigma berfikir yang mengandung konsep definisi pendidikan reposisi. Bimbingan dan Konseling Kartadinata (2003) menjelaskan bahwa fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan dengan sengaja melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar dengan menggunakan pola relasi dan transaksi yang beragam pula.



2. Alasan secara konseptual
a. Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philos berarti cinta dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofi berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan atau ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya.
Pemikiran dan pemahaman filosofi menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan membuat kputusan yang tepat.

b. Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberi pemahaman tentang tingkahlaku individu yang menjadi sasran layanan. Karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkahlaku klien, yaitu tingkahlaku  klien yang perlu diubah dan dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian bidang psikologis perlu dikuasai yaitu tentang :
1. motiv dan motivasi
2. pembawaan dasar dan lingkungan
3. perkembangan individu
4. belajar
5. kepribadian

1. Motiv dan motivasi
Moyiv adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Motiv dibedakan menjadi dua yaitu motiv yang bersifat primer dan yang bersifat skunder. Motiv primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir dan pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda, seperti kebutuhan menghilangkan rasa haus dan lapar. Sedangkan motiv skunder tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motiv skunder berkembang berkat adanya usaha belajar.
Motiv yang telah berkembang pada individu merupakan sesuatu yang laten pd diri individu itu, yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan mendorong terwujudnya suatu tingkah laku. Motiv yang sedang aktif biasnya disebut motivasi, kekuatannya dapat meningkat sampai pada taraf yang tinggi. Oleh karena itu sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau  tinggi. Semua itu menggambarkan kuat lemahnya motiv yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksutkan.
2. Pembawaan dan lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam arti luas pembawaan meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut,golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan cirri-ciri kepribadian tertentu. Kondisi yang menjadi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Untuk dapat berkembang apa-apa yang telah dibawa sejak lahir itu diperlukan sarana dan prasarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yang bersangkutan.
Penelitian Jensen misalnya (dalam Sulton-Smith 1973) menegaskan bahwa faktor yang menentukan tinggi rendahnya inteligensi seseorang adalah interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada pembawaan yang tinggi, sedang, kurang dan bahkan kurang sekali. Keadaan pembawaan dan lingkungan seorang individu dapat diketahui melalui penerapan instrumentasi konseling yang dipergunakan oleh konselor. Pemahaman tentang faktor-faktor pembawaan itu perlu mendapat perhatian utama. Lebih dari itu konselor perlu menyikapi kondisi pembawaan dan lingkungan sasaran layanan secara dinamis. Artinya konselor memandang apa-apa yang terdapat dalam pembawaan sebagai modal atau asset yang harus ditumbuh kembangkan secara optimal.
3. Perkembangan individu
            Sejak masa konsepsi dalam rahim ibu bakal individu berkembang dari janin dan bertahap hingga menjadi manusia lanjut usia. Dengan demikian bahwa perkembangan individu itu tidak sekali jadi, melainkan bertahap dan berkesinambungan. Masing-masing aspek perkembangan, seperti perkembangan kognitif atau kecerdasan, bahasa, moral, hubungan sosial, fisik, kemampuan motorik memiliki tahap-tahap perkembangan sendiri. Meskipun masing-masing aspek perkembangan cenderung memperlihatkan caranya sendiri, namun aspek-aspek itu saling terkait. Oleh karena itu, selain konselor harus memahami secara terpadu kondisi berbagai aspek perkembangan individu pada saat pelayanan bimbingan dan konseling diberikan, juga harus dapat melihat arah perkembangan individu dimasa depan.
4. Belejar
            Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan perbuatan inti. Dalam perbuatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar. Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar mereka berhasil dalam belajar. Berbagai model belajar telah dikembangkan oleh para ahli, antara lain model belajar yang didasarkan pada teori pembiasaan dan keterpaduan, teori gestalt, teori perkembangan kognisi, teori proses informasi, proses peniruan. Teori-teori itu perlu dikenal oleh konselor dan dipahami berbagai kemungkinan penerapannya bagi perkembangan kegiatan belajar klien.
5. Kepribadian
            Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pengertian ini para ahli psikologi umumnya memusatkan pada faktor-faktor  fisik dan genetic, berfikir dan pengamatan, serta dinamika dan perasaan (Mussen & Rosenzweiq)
            Meskipun Hotersall (1985) mencoba merumuskan kepribadian sebagai “predisposisi cara mereaksi yang secara relatif stabil pada diri individu” Namun dapat dipahami bahwa kepribadian individu itu amat kompleks. Konselor perlu memahami kompleksifitas kepribadian klien, disamping mampu memilah-milah cirri-ciri tertentu yang dapat diukur. Dalam kaitannya itu, konselor mungkin cenderung tertarik pada tipologi kepribadian yang memberikan memberikan arah pada pemahaman terhadap cirri-ciri kepribadian tertentu. Pemahaman tipologis yang sempit justru akan mengebiri hakikat bimbingan dan konseling yang bersifat dinamis dan terbuka. Adapun predisposisi yang ada pada individu adalah sesuatu yang terbuka, dinamis dan dapat dikembangkan. Tugas konselor justru mengoptimalkan perkembangan dan pendayagunaan predisposisi ataupun cirri kepribadian individu kea rah hal-hal positif sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan individu yang bersangkutan.

            c. Landasan pedagogis
            Setaip masyarakat, tanpa kecuali, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Pendidikan merupakan salah satu lembaga social yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari setiap anak didik sebagai pribadi. Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal.
Landasan ini mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan. Proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normative. Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
d. Landasan perkembangan social budaya
Kebutuhan akan konseling antarbudaya di Indonesia makin terasa mengingat penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka corak sub-kultur yang berbeda-beda. Para konselor di Indonesia dihadapkan pada kenyataan adanya keanekaragaman budaya yang menguasai kehidupan para penduduknya. Karakteristik social budaya masyarakat yang majemuk itu tidak dapat diabaikan dalam perencanaan dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri.
Klien-klien dari latar belakang social budaya yang berbineka tidak dapat disamaratakan penanganannya. Meskipun bangsa Indonesia sedang menuju pada satu budaya kesatuan Indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan besar pengaruhnya terhadap masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai, dan dijadikan pertimbangan utama dalam pelayanan bimbingan dan konseling.





  

                                                           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar